Masjid Al Khusaini Berusia Lebih dari 1 Abad! Ramai Dikunjungi Wisatawan Asing! Ada Hawa Dingin yang Menyelimuti!


TendaBesar.Com - Banten- Indonesia selain memiliki panorama alam yang sangat indah juga memiliki banyak warisan budaya yang menakjubkan. 

Tak heran jika Negeri Khatulistiwa bertanda gemah ripah loh jenawe ini disebut oleh wisatawan asing sebagai sepenggal Syurga yang hadir di dunia karena keindahan alamnya.

Belum lagi cerita unik tentang berbagai cagar budaya yang dilestarikan sampai hari ini seperti cerita Masjid Masjid Al Khusaeni Pantai Carita yang memiliki cerita unik tersendiri yang akan kita bedah di sini.

Ya sebuah masjid yang terletak di kawasan destinasi Taman Wisata Alam Pantai Carita, Kampung Padegongan, Desa Sukajadi, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten itu memiliki daya tarik kuat bagi pengunjung untuk melaksanakan ibadah. 

Masjid Al Khusaini terletak pada koordinat 06° 31’ 57” Lintang Selatan dan 105° 84’ 08” Bujur Timur. Batas utara masjid berupa permukiman warga, batas selatan berupa Sungai Cicori, batas timur berupa Jl. Raya Carita, dan batas barat berupa permukiman warga.

Masjid ini memiliki layout persegi empat dengan ketinggian lantainya dari permukaan tanah 90 cm. Ketinggian masjid secara keseluruhan dari tanah hingga puncak memolo yaitu ± 8,5 m. 

Masjid Al Khusaeni memiliki arah hadap ke timur dengan empat serambi di setiap sisi mata angin. Pada bagian serambi berdirilah tiang-tiang penyangga atap, yang bentuknya berupa kolom seperti pada bangunan kolonial.

Pada dinding sisi timur masjid, terdapat satu pintu dengan dua jendela yang keduanya memiliki pintu ganda (dua daun). Sementara pada setiap pintu terdapat lubang angin bermotif belah ketupat dan anak panah yang terbuat dari kayu. 

Sebelum memasuki ruang utama untuk shalat, terdapat ruang aula yang dipergunakan jama'ah untuk berkumpul. Ruangan aula tersebut berukuran 12 x 3 m yang terletak di sisi timur. 

Ruang aula tersebut memiliki 6 pintu, yaitu satu pintu di timur (pintu utama), satu pintu di utara dan satu pintu di selatan, serta tiga pintu di barat yang menghubungkan ruang kumpul dengan ruang shalat utama. Di bagian lubang angin pintu tengah menuju ruang shalat ini terdapat ukiran kaligrafi berwarna hijau.

Hal yang menjadi daya tarik tersendiri adalah bangunan kuna itu memiliki hawa dingin yang amat terasa, membuat nyaman orang-orang yang beribadah di sana terlebih mereka yang berasal dari luar kota juga mancanegara.

Menurutnya, hawa dingin di masjid berusia  yang memiliki hawa dingin itu turut dibenarkan oleh Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Al Khusaeni, Tata Suharta, Selasa (26/4/2022). 

Tata Suharta mengatakan bahwa hawa dingin di masjid Masjid Al Khusaeni yang telah berusia satu abad lebih itu banyak memikat para wisatawan luar negeri yang tengah menikmati wisata di Pantai Carita.

Tata Suharta  mengungkap bahwa Masjid Al Khusaeni dibangun pada tahun 1889, atau enam tahun pasca meletusnya Gunung Krakatau 1883 dan hingga saat ini bangunan kuno itu tetap dirawat dan dijadikan sebagai cagar budaya nasional.

Tata Suharta menceritakan bahwa masjid Al Khusaeni kerap didatangi oleh wisatawan dari sejumlah belahan dunia di antaranya, Negara Arab, Asean, Eropa hingga Afrika.

Tata Suharta mengatakan bahwa mereka para wisatawan merasakan kekhusyukan tersendiri saat melaksanakan salat di Masjid Al Khusaeni Pantai Carita. Selain itu, hawa di sekitar masjid yang dingin juga menambah daya tarik mereka untuk beribadah di lokasi tersebut.

Dikisahkan Tata Suharta bahwa pembangunan Masjid Al Khusaeni  dilakukan setelah Pantai Carita diterjang dahsyatnya Tsunami akibat  letusan Gunung Krakatau, di mana saat itu seorang tokoh setempat bernama Al Khusaeni sedang berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani di Makah Al Mukarromah, Saudi Arabia.

Menerima informasi tentang Pantai Carita yang porak poranda akibat letusan gunung Krakatau, Al Khusaeni kembali ke Tanah Air dan kembali membangun masjid yang telah porak poranda akibat dahsyatnya Tsunami.

Dari segi arsitektur dan tampilan, sisi yang menonjol dari masjid Al Khusaeni  adalah pada bagian atap yang berbentuk tumpang. Di bagian atap itu nampak empat susunan yang saling bertumpuk. Menandakan bahwa bangunan masjid Al Khusaeni sangat dipengaruhi  gaya arsitektur lokal pelipit seperti pada candi dan mustoko atau kubah.

Adapun  pengaruh asing pada bangunan Masjid itu nampak terlihat pada semu tiang atau pilaster pada bangunan kolonial. Bentuk pembangunan masih masih menganut tipe arsitek bangunan kuno asli Indonesia.

Tata Suharta mengungkap bahwa kondisi Masjid Al Khusaeni masih utuh pada bagian ruangan tengah dengan empat tiang penyangga juga pada mimbar dan genteng.

Diperkirakan bahwa sekitar 85 persen bangunan masjid Al Khusaeni masih asli. Sejak berdirinya pada abad 18 yakni pada tahun 1889 hingga  saat ini abad ke 20 tepatnya pada tahun  2022,  Masjid Al Khusaeni  hanya pernah dua kali dilakukan pemugaran yakni pada tahun 2005 dan pada tahun 2007.

Sejauh ini, pemugaran dan renovasi pembangunan masjid baru dilakukan pada bagian beton tiang depan. Hal itu karena mengantisipasi kondisi miring akibat gempa beberapa waktu lalu. Selain itu, pemugaran juga dilakukan pada bagian tempat wudhu dan toilet.

Tata Suharta mengatakan Masjid Al Khusaeni Pantai Carita berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi menghadap Gunung Anak Krakatau dengan kapasitas mampu menampung 400 orang jama’ah. 

Tata Suharta juga mengatakan bahwa Kehadiran masjid tua Al Khusaeni, juga sebagai pusat syiar agama Islam di Provinsi Banten.

"Sebab, dulu pendiri masjid Syech Al Khusaeni juga memimpin pondok pesantren dan santrinya itu dari berbagai daerah di Provinsi Banten hingga Jawa Barat," kata Tata.

Sebuah keajaiban terjadi pada saat bencana tsunami  menerjang pesisir Pantai Carita tahun 2018, Masjid Al Khusaeni sama sekali tidak terdampak, bahkan tidak tersentuh meski lokasinya di bibir pantai.

Tata Suharta juga menyebut bahwa dirinya dan pengurus DKM Al Khusaeni terus merawat masjid legenda itu terlebih saat ini masjid telah resmi masuk cagar budaya Indonesia.

"Kami melestarikan masjid yang sudah masuk Cagar Budaya itu agar tetap kokoh dan terawat baik, "kata Tata.

Tata Menuturkan bahwa kegiatan keagamaan di Masjid Al Khusaeni pada bulan suci Ramadhan cenderung meningkat, seperti salat tarawih dan tadarus alquran. Selain itu ada kultum siraman rohani usai shalat fardhu hingga diskusi pengajian.

"Kami setiap Ramadhan menyelenggarakan kegiatan keagamaan di masjid tua itu, " tutup Tata.

(af/tb)

Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال