Oleh: Syaikh Abdul Qadim Zallum
Berdasarkan prinsip bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, pemilik dan pelaksana kehendak, maka rakyat berhak membuat hukum yang merupakan ungkapan dari pelaksanaan kehendak rakyat dan ungkapan kehendak umum dari mayoritas rakyat. Rakyat membuat hukum melalui para wakilnya yang mereka pilih untuk membuat hukum sebagai wakil rakyat. Kekuasaan juga bersumber dari rakyat, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Sementara itu, Islam menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan syara', bukan di tangan umat. Sebab, Allah SWT sajalah yang layak bertindak sebagai Musyarri' (pembuat hukum). Umat secara keseluruhan tidak berhak membuat hukum, walau pun hanya satu hukum. Allah SWT berfirman :
إِنِ الحُكْمُ إلاّ للهِ
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (QS. Al An'aam: 57)
Dalam hal kekuasaan, Islam menetapkan bahwa kekuasaan itu ada di tangan umat Islam. Artinya, bahwa umat memiliki hak memilih penguasa, agar penguasa itu dapat menegakkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah atas umat.
Prinsip ini diambil dari hadits-hadits mengenai bai'at, yang menetapkan adanya hak mengangkat Khalifah di tangan kaum muslimin dengan jalan bai'at untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda :
مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa mati sedang di lehernya tak ada bai’at (kepada Khalifah) maka dia mati jahiliyah." (HR. Muslim)