TendaBesar.Com - Jakarta - Kasus korupsi mega proyek e-KTP kembali dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah sekian lama mengendap. Hal itu ditandai dengan adanya pelimpahan berkas dua tersangka e-KTP ke Kejaksaan oleh KPK pada Selasa (14/6/2022).
Korupsi mega proyek e-KTP kembali diungkap usai KPK melimpahkan berkas dakwaan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi.
Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2019. Isnu dan Husni ditetapkan sebagai tersangka berbarengan dengan anggota DPR dari Hanura, Miryam S Haryani dan Dirut PT Shandipala Arthaputra, Paulus Tanos. Sementara itu Paulus Tanos saat ini berada di Singapura. Adapun Miryam S sudah menjalani vonis lima tahun dalam kasus keterangan palsu.
Setelah dua tahun bebas berkeliaran menghirup udara segar usai ditetapkan tersangka, akhirnya pada 3 Februari 2022, Isnu dan Husni ditahan oleh KPK. Dan empat bulan berikutnya, barulah KPK merampungkan berkas keduanya. Dan kini sudah dikirim ke kejaksaan untuk segera di sidang. Hal itu disamapaikan oleh Plt Jubir KPK Ali Fikri, Rabu, (15/6/2022)
"Jaksa KPK siap buktikan perkara lanjutan pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP)," papar Ali
Ali juga menyampaikan bahwa tim jaksa penuntut umum KPK tengah menunggu jadwal sidang perdana dengan pembacaan surat dakwaan.
"Tim jaksa berikutnya menunggu diterbitkannya penetapan penunjukkan majelis hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pertama yaitu pembacaan surat dakwaan," sambung Ali.
Diketahui bahwa KPK telah menjerat tujuh orang dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu. Ketujuh orang tersebut sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek dengan total nilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Tujuh orang tersebut adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara.
Namun Dalam perjalannya, MA menyunat vonis Irman dan Sugiharto. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Sementara Sugiharto dari 15 tahun menjadi 10 tahun.
Kemudian keduanya menyeret, politisi Golkar sekaligus Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto yang akhirnya divonis 15 tahun penjara.
Selanjutnya, yang telah mendapatkan jatah hukumannya adalah pengusaha Andi Narogong yang diponis 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo yang diponis 6 tahun penjara.
Berikutnya dari ke tujuh yang telah dihukum adalah Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara.
Berkitnya kembali politikus Partai Golkar Markus Nari yang divonis 8 tahun penjara dalam tingkat kasasi.
Dalam kasus mega proyek tersebut Mantan Ketua DPR Setya Novanto atau lebih dikenal dengan Setnov juga menyebut sejumlah nama antara lain Pramono Anung, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Tamsil Linrung dan beberapa nama politisi juga turut kecipratan duit proyek e-KTP berujung korupsi. Ganjar saat itu duduk sebagai pimpinan Komisi II DPR.
Setnov menyebut tiga politikus PDIP itu turut menerima uang korupsi mega proyek E-KTP bersama pimpinan Komisi II lainnya, Chairuman Harahap. Hal itu setnov sampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
"Untuk komisi dua pak Chairuman sejumlah US$500 ribu dan untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman," kata Setnov tanpa menyebut berapa nominal pasti yang diterima Ganjar.
Selain Chairuman dan Ganjar Setnov juga menyebut mantan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR yaitu Melchias Marcus Mekeng, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey turut mendapat jatah sebesar US$500 ribu dari proyek pengadaan e-KTP itu.
Setnov mengatakan bahwa dirinya mendapat laporan dari Andi Agustinus alias Andi Narogong mengenai uang untuk Mekeng, Tamsil, dan Olly diserahkan oleh keponakan Setnov, Irvanto Hendra Pambudi.
"Untuk kepentingan pimpinan Banggar sudah disampaikan juga ke Melchias Mekeng US$500 ribu, Tamsil Linrung US$500 ribu, Olly Dondokambey US$500 ribu, di antaranya melalui Irvanto," kata Setnov.
Setnov sempat meragukan laporan Andi Narogong terkait penyerahan uang kepada anggota dewan tersebut di atas. Atas keraguan tersebut dirinya pun mengonfirmasi langsung kepada Chairuman dan dibenarkan kata politikus Golkar itu.
"Saya terus terang saja Andi sampaikan waktu itu agak ragu. Tapi pada suatu hari saya ketemu Chairuman. Betul enggak penerimaan dari Andi, ya sudah diselesaikan US$200 ribu, terus Ganjar, ada untuk Ganjar. Ini yang disampaikan ke saya," tutur Setnov.
Mereka-mereka yang diduga menerima uang rampokan mega proyek e-KTP dengan nominal yang pantastis ialah Melchias Marcus Mekeng menerima US$1,4 juta, Olly Dondokambey US$1,2 juta, Tamsil Linrung US$700 ribu, Chairuman US$584 ribu dan Rp26 miliar, Ganjar US$520 ribu, Puan Maharani US$ 500 ribu dan Pramono Anung US$ 500 ribu.
Namun, mereka telah membantah menerima uang dari proyek e-KTP saat dihadirkan dalam sidang sebelumnya.
(saf/tb)