TendaBesar.Com - Jakarta - Belum usai polemic Koalisi Indonesia Bersatu yang mendapatkan berbagai kritik dari masyarakat, kini Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengusulkan agar ongkos kampanye dibebankan kepada negara. Alsannya agar durasi kampanye dapat dipersingkat.
Zulkifli Hasan menyampaikan hal itu kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat menjalani pendidikan antikorupsi yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut kepada kader PAN di gedung KPK, Rabu (25/5/2022).
Zulhas berharap agar kiranya KPK dapat mendorong usulan tersebut kepada pemerintah, sehingga kampanye lebih efektif dan efisien.
"Kampanye itu jangan lama-lama. Ngapain kampanye itu sampai lima bulan, cukup dua minggu, tapi dibiayai oleh pemerintah, tv-nya, iklannya, gitu ya," usul Zulhas
Zulhas mengaku kehadirannya tak sendiri ke KPK. Dia memboyong 60 kader PAN untuk mengikuti pendidikan antikorupsi di gedung merah putih KPK.
"Seluruh pengurus DPP PAN ada dari fraksi, ada dari DPP, DPP itu saya Ketua Umum, ada Sekretaris, Sekjen partai, Bendum, Anggota DPR, semua lengkap. Karena dibatasi 60 (orang) yang datang 60, lebih dikit, gitu," papar Zulhas.
Pada kesempatan itu Zulhas mengapresiasi KPK yang mau memberikan materi pendidikan antikorupsi kepada masyarakat terutama kepada para politisi, anggota partai politik dan masyarakat luas.
"Di bawah kepemimpinan Pak Firli sekarang pencegahan pemahaman akan korupsi itu dilakukan secara luar biasa, bahkan kita disediakan secara e-learning, partai-partai juga dalam pengkaderannya bisa minta narasumber dari sini. Di bawah pimpinan pak Firli, teman-teman dari KPK itu bersedia untuk memberikan pelatihan," beber Zulhas.
Apa yang diusulkan Zulhas sebenarnya telah digaungkan oleh Wakil Ketua Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah sejak tahun 2018. Pria yang dijuluki singa parlemen kala itu meminta pemerintah mengambil alih pembiayaan politik saat itu untuk mencegah terjadinya praktik mahar, terutama dalam penyelenggaraan pilkada.
Menurut Fahri, hal itu dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat regulasi soal pembiayaan kampanye dan partai.
"Imbauannya kapan Kemenkeu, Kemendagri, ayolah regulasi cara membiayai kampanye atau membiayai parpol dalam pilkada secara lebih sehat sehingga jangan ada uang pribadi masuk ke dalam aliran darah dari proses politik pilkada itu," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/1/2018).seperti dilansir CCN indonesia.
Fahri menilai bahwa praktik mahar politik akan merusak makna pemilu dan demokrasi. Sebab, uang pribadi akan masuk dalam aliran dana untuk memilih pemimpin.
seperti diketahui pembiayaan politik oleh pemerintah saat telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pilkada. Dua UU tersebut mengatur regulasi metode kampanye pembiayaan alat peraga kampanye, iklan di media massa dan debat dibiayai negara.
Selain itu, pemerintah melalui PP Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik telah memberikan bantuan dana bagi parpol sebesar Rp1.000 per suara.
Meski demikian, Fahri menyoroti bahwa pembiayaan politik masih belum diatur dengan baik. Biaya politik yang tinggi terutama dalam pilkada dan pemilu membuat partai membebankannya kepada kandidat.
"Kalau dia membebankan biaya pada kandidat, kandidat uangnya darimana? Kebanyakan uang pribadi," kata Fahri saat itu.
Saat itu Fahri mengkhawatirkan biaya yang dikeluarkan kandidat untuk pilkada berasal dari modal pihak lain, seperti pengusaha atau konglomerat lainnya. Hal itu akan membuat kandidat merasa berhutang ketika terpilih nantinya.
"Bagaimana kalau seorang kandidat dibiayai oleh seorang cukong di belakangnya. Akhirnya selama mempimpin 5 tahun dia berutang pribadi sama cukong itu," ujar Fahri.
Tidak hanya masalah hutang budi yang disorot Fahri. Pria keturunan Sumbawa itu juga mengatakan bahwa, situasi seperti itu akan membuat kandidat yang akan maju hanya dilihat dari seberapa besar modal yang dimiliki bukan dari gagasan dan ide brilian yang mereka punya atau program-program yang nantinya akan diluncurkan unutuk kesejahteraan masyarakat.
"Sekarang kan hampir semua cagub dan cabup itu karena banyak duitnya. Sedikit sekali yang maju karena modal isi otak dan isi hati. Maju itu karena modal uang dan itu uang pribadi," pungkas Fahri
Prediksi Fahri saat itu terbukti. Para penguasa baik daerah, provinsi maupun pusat seperti tersandra dengan hutang budi kepada para cukong yang membiayainya. Terlihat dalam berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil tapi malah menguntungkan kepada para cukong-cukong tersebut. hal itu disampaikan oleh Shobri salah seorang anggota BPD di Bogor.
“Apa yang waktu itu disampaikan pak Fahri Nampak nyata didepan mata kita. Pemerintah saat ini baik dari desa, daerah, provinsi maupun pusat semuanya tersandra dengan pemilik modal yang membiayai mereka”, keluh Abu Farha.
(ah/tb)