Oleh Mahfud Hidayat
Pemerhati Sosial Kebudayaan
TendaBesar.Com - Opini - Hari raya Idul Adha yang kerap disebut sebagai hari raya kurban memang identik dengan penyembelihan hewan kurban. Sesuai syariat, hewan ternak dapat yang dikurbankan adalah unta, sapi, kerbau, domba, dan kambing.
Di Indonesia, terutama pada hari raya Idul Adha 1441 H, kita disuguhi pemandangan dari medsos berupa proses eksekusi hewan kurban. Tidak sedikit hewan-hewan tersebut berontak saat hendak disembelih. Bahkan beberapa diantaranya sempat mengamuk dan akhirnya dapat dihentikan dengan timah panas dari aparat kepolisian.
Dalam mengeksekusi kambing atau domba hampir tidak ditemukan masalah yang serius. Beda halnya dengan sapi. Dengan berbagai jenisnya, tenaga sapi memang lebih besar dibanding dengan tenaga manusia pada umumnya. Namun berkat izin Allah, tubuh sapi yang besar dan tenaganya yang dahsyat itu dapat ditaklukkan. Alhamdulillah.
Tetapi kita juga tidak dapat menutup mata tentang fenomena sapi mengamuk saat hendak dikurbankan. Padahal harusnya ia pasrah karena syariat kurban merupakan perintah dari Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karenanya muncul pertanyaan, kenapa mereka mengamuk. Berikut adalah dialog imajiner antara saya (penulis) dan sapi untuk menguak penyebab dibalik fenomena sapi mengamuk.
+ "Assalamualaikum hai Sapi."
- "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, Mahfud."
+ "Apakah kamu ikhlas dan rida dijadikan hewan sembelihan saat Idul Adha?"
- "Ya, kami rida dan ikhlas. Karena hidupku dan matiku adalah hanya untuk Allah Tuhan semesta alam."
+ "Apakah kamu senang dengan ini?"
- "Aku senang sekali telah dipilih oleh Allah untuk menjadi media bagi manusia agar takwa kepada-Nya."
+ "Tapi, kenapa temanmu mengamuk saat hendak dikurbankan?"
- "Temanku itu sama denganku. Sama-sama makhluk Allah. Kami ikhlas jika kalian ikhlas saat berniat kurban. Kami rida jika kalian rida kepada Allah sebagai Tuhan kalian.
+ "Apa yang kamu maksudkan ikhlas dan rida dalam hal ini?"
- "Yah, kamu kan lihat sendiri bagaimana manusia berkurban. Ada yang niatnya riya', ingin populer, berhasrat disebut orang dermawan, bahkan ada juga untuk kepentingan politiknya."
+ "Wah kalau ini kami tidak tahu secara persis. Itu kan terserah mereka. Yang penting mereka sudah mau berkurban, bagi kami itu sudah baik."
- "Tapi bagi kami, tidak demikian, Mahfud. Kami tidak dapat menolak kehendak Allah SWT. Jika Dia menyuruhku untuk berontak, kami pasti melakukannya."
+ "Selain latarbelakang niat pekurban, apa yang menyebabkan kamu mengamuk?"
- "Kami juga punya perasaan. Ketika manusia memperlakukan kasar kepada kami, kami bisa lebih kasar lagi. Kami ingin dimengerti. Jangan mentang-mentang manusia dapat memperlakukan kami semena-mena."
+ "Apa nasehatmu untuk kami sebelum kamu disembelih."
- "Kamu harus mengikat kami dengan baik, jangan sampai kami kesakitan. Jangan berlebih-lebihan meringkus kami. Penting untuk diperhatikan kondisi tempat penyembelihan. Tolong jangan membuat kami stres mendengar teriakan banyak orang yang seolah-olah ingin menyiksa kami."
+ "Oh begitu. Aku semakin yakin bahwa sebenarnya masih ada pesan yang lain."
- "Betul sekali Mahfud. Kami pada hakikatnya sangat hormat dan takzim kepada para kyai dan ustadz yang hendak menyembelih kami. Apalagi mereka dalam keadaan berwudu, munajat kepada Allah dan membisikkan ayat-ayat Al Qur'an, shalawat, takbir, tahlil, dan doa-doa untuk kebaikan kami menuju kepada Allah SWT. Karenanya kami kesal jika ada orang yang tidak mengenal Allah, tidak pernah beribadah kepadaNya, namun dengan sombong ingin meringkus kami."
+ "Ternyata kamu lebih mulia dariku. Aku sendiri terkadang merasa takabur dapat menaklukkanmu dalam waktu sesaat. Sekarang aku sadar bahwa hakikatnya yang menjadikan kamu takluk kepadaku adalah Allah SWT."
- "Sudah ya, saya sudah pasrah dan rida untuk kamu sembelih. Semoga Allah memberkahi mu."
+ "Amin, terimakasih sahabatku. Semoga Allah mempertemukan kita di Surga-Nya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh."
- "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh."
Demikian dialog imajiner kami dengan seekor sapi sesaat sebelum disembelih. Semoga dengan kurban ini, ketakwaan kita kepada Allah semakin meningkat. Saya pun teringat sebuah ayat dalam Al-Qur'an.
Allah berfirman dalam Surat Al Hajj ayat 37 yang artinya: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." Wallahu a'lam.
Curug Mekar Bogor, 12 Zulhijjah 1441 H/ 2 Agustus 2020.