Inspirator itu Kini Telah Kembali Pulang! Selamat Jalan Sahabatku



TendaBesar.Id - Bogor - Ustaz Izza Julkarnain adalah sosok pejuang sejati yang menapaki jalan kehidupan dengan penuh keikhlasan dan pengorbanan. Sejak masa SMA, beliau sudah merantau dari kampung halamannya di BIMA ke kota Hujan di Bogor. Sosok beliau saya kenal sebagai pemuda yang mandiri, tidak bergantung pada siapa pun kecuali kepada Allah. Di saat kebanyakan pemuda sebaya dengannya, masih sibuk mencari arah hidup, beliau sudah meneguhkan niat untuk berkhidmat di jalan dakwah dan pendidikan dua bidang yang kelak menjadi napas perjuangannya hingga akhir hayat.

Dalam setiap langkahnya, Ustaz Julkarnain menanamkan nilai-nilai kesungguhan, perjuangan, kesederhanaan, dan cinta kepada pengetahuan dan kemandirian. Ia tidak sekadar mengajar, tetapi mendidik dengan hati. Setiap kata yang keluar dari lisannya selalu membawa kesejukan, membangkitkan semangat iman, dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjadi insan yang bermanfaat bagi diri dan sesama.

Saat pertama bertemu beliau di tahun 2001, sebagai insan pertama kali merantau ke daerah orang, tak ada sanak saudara dan perbekalan juga sudah tiada. Tujuan awalnya  mencari ilmu pengetahuan, namun karena keadaan, niatpun berubah arah menjadi bagaimana bertahan hidup meskipun hanya sesuap nasi dan seteguk air. Setiap usai shalat, dalam do’a, saya selalu meneteskan air mata, mengenang kegagalan masuk LIPIA, malu kepada orang tua, juga warga masyarakat yang mengetahui keberangkatan, dan kini terkatung-katung di daerah orang.

Saat itu usai shalat zuhur, ust. Julkarnain berkenalan dengan saya di Musolla At Taqwa Cimanggu Permai 1, Kedung Badak, Bogor. Usia kami sebaya namun pengalaman hidup beliau jauh lebih kaya. Beliau telah melalui asam garam-nya perjuangan. Beliau bertanya antum ada masalah apa akhi? Lantas saya bercerita kepada beliau tentang perjalan rantau saya. Beliau mendengarkan dengan saksama. Usai saya bercerita sembari meneteskan air mata, beliau berkata yang membuat saya malu sepanjang masa “Akhi kita ini laki-laki, tak pantas air mata keluar hanya memikirkan sesuap nasi. Rizki itu telah diatur oleh Allah, dia tidak akan membiarkan hambanya kelaparan, kita ditakdirkan kelak menjadi kepala keluarga, maka kita harus kuat dan tegar, jaga air mata itu, dia tidak boleh keluar kecuali hanya ketika kita bebuat dosa kepada-Nya”. Nasihat itu terngiang dalam ingatanku sepanjang masa. Beliaulah guru pertamaku dalam rantauan, yang mengajarkan tentang ketabahan, kekuatan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki menjadi berpenghasilan dan ternyata itu benar. Akhirnya berbekal kemampuan mengumandangkan azan dan melantunkan baca Al Qur’an, kami sama-sama menjadi pemuda mandiri yang kuliah dengan biaya sendiri.  Namun sebagai murid selalu tertinggal dari guru, Ketika beliau mengambil keputusan  menikah di Semester VI, pada usia yang masih sangat muda,  sebuah keputusan spektakuler demi menopang perjalanan da’wahnya, saya benar-benar terkesan. Beliau pemberani dalam ketaatan, lembutut dalam pergaulan namun tegas dalam nahi mungkar. Mottonya “Isy Kariiman au Mut Syahidan”.

Perjalanan hidup beliau bukan tanpa ujian. Di tengah keterbatasan, beliau tetap berjuang tanpa lelah, mengisi kajian majelis ke majelis ilmu, mendampingi para siswa, membimbing generasi muda agar mengenal Allah dan Rasul-Nya. Ketika lelah datang, beliau hanya tersenyum, karena keletihan bagi beliau menjadi bagian dari ibadah yang menambah dekat dirinya dengan Sang Pencipta.

Beliau kembali ke haribaan Allah, meninggalkan jejak amal yang tak akan pernah pudar oleh waktu. Beliau wafat dalam perjuangan dakwah sebuah kemuliaan yang hanya dianugerahkan kepada hamba pilihan. Meski jasadnya telah tiada, semangatnya tetap hidup di hati setiap murid, sahabat, dan umat yang pernah disentuh oleh ilmu dan ketulusannya.

Kini, sang mujahid ilmu itu telah berpulang di usia yang masih amat muda 45 tahun. Usia yang bagi banyak orang mungkin baru memulai puncak kehidupan, tetapi bagi beliau adalah puncak pengabdian. Ia meninggalkan dunia dalam keadaan mulia: dalam perjuangan dakwah, dalam ketaatan, dan dalam cinta kepada Allah.

Di balik kepergiannya, ada seorang istri yang tabah dan empat buah hati yang shalih dan shalihah, warisan terindah dari seorang ayah yang hidupnya dipersembahkan untuk ilmu dan dakwah. Mereka adalah penerus doa dan cita-citanya, yang kelak, insya Allah, akan melanjutkan cahaya perjuangan yang pernah beliau nyalakan.

Selamat jalan, Ustaz Julkarnain

Namamu mungkin telah berpulang, tetapi jejak langkahmu tetap hidup dalam setiap hati yang pernah kau siram. Doa kami mengiringi kepergianmu, semoga Allah menempatkanmu di taman-taman surga-Nya, bersama para, Syuhada, Sholihin, para pendakwah sejati yang telah menunaikan amanah dengan penuh cinta dan pengorbanan.


Shobri (elbar-79)

Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال