Dalam setiap langkahnya, Ustaz
Julkarnain menanamkan nilai-nilai kesungguhan, perjuangan, kesederhanaan, dan
cinta kepada pengetahuan dan kemandirian. Ia tidak sekadar mengajar, tetapi
mendidik dengan hati. Setiap kata yang keluar dari lisannya selalu membawa
kesejukan, membangkitkan semangat iman, dan menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya menjadi insan yang bermanfaat bagi diri dan sesama.
Saat pertama bertemu beliau di
tahun 2001, sebagai insan pertama kali merantau ke daerah orang, tak ada sanak saudara dan
perbekalan juga sudah tiada. Tujuan awalnya
mencari ilmu pengetahuan, namun karena keadaan, niatpun berubah arah menjadi bagaimana bertahan hidup meskipun hanya
sesuap nasi dan seteguk air. Setiap usai shalat, dalam do’a, saya selalu
meneteskan air mata, mengenang kegagalan masuk LIPIA, malu kepada orang tua, juga warga masyarakat yang mengetahui keberangkatan, dan kini terkatung-katung di daerah orang.
Saat itu usai shalat zuhur, ust.
Julkarnain berkenalan dengan saya di Musolla At Taqwa Cimanggu Permai 1, Kedung
Badak, Bogor. Usia kami sebaya namun pengalaman hidup beliau jauh lebih kaya. Beliau telah melalui asam garam-nya perjuangan.
Beliau bertanya antum ada masalah apa akhi? Lantas saya bercerita kepada beliau
tentang perjalan rantau saya. Beliau mendengarkan dengan saksama. Usai saya
bercerita sembari meneteskan air mata, beliau berkata yang membuat saya malu
sepanjang masa “Akhi kita ini laki-laki, tak pantas air mata keluar hanya
memikirkan sesuap nasi. Rizki itu telah diatur oleh Allah, dia tidak akan
membiarkan hambanya kelaparan, kita ditakdirkan kelak menjadi kepala keluarga,
maka kita harus kuat dan tegar, jaga air mata itu, dia tidak boleh keluar kecuali hanya ketika kita bebuat dosa
kepada-Nya”. Nasihat itu terngiang dalam ingatanku sepanjang masa. Beliaulah
guru pertamaku dalam rantauan, yang mengajarkan tentang ketabahan, kekuatan dan memaksimalkan potensi
yang dimiliki menjadi berpenghasilan dan ternyata itu benar. Akhirnya berbekal kemampuan mengumandangkan azan dan melantunkan baca Al Qur’an, kami sama-sama menjadi
pemuda mandiri yang kuliah dengan biaya sendiri. Namun sebagai murid selalu tertinggal dari guru, Ketika beliau mengambil keputusan menikah di Semester VI, pada usia yang masih sangat muda, sebuah keputusan spektakuler demi menopang
perjalanan da’wahnya, saya benar-benar terkesan. Beliau pemberani dalam ketaatan,
lembutut dalam pergaulan namun tegas dalam nahi mungkar. Mottonya “Isy Kariiman
au Mut Syahidan”.
Perjalanan hidup beliau bukan
tanpa ujian. Di tengah keterbatasan, beliau tetap berjuang tanpa lelah, mengisi
kajian majelis ke majelis ilmu, mendampingi para siswa, membimbing generasi
muda agar mengenal Allah dan Rasul-Nya. Ketika lelah datang, beliau hanya
tersenyum, karena keletihan bagi beliau menjadi bagian dari ibadah yang
menambah dekat dirinya dengan Sang Pencipta.
Beliau kembali ke haribaan Allah, meninggalkan jejak amal yang tak akan pernah pudar oleh waktu. Beliau wafat dalam perjuangan dakwah sebuah kemuliaan yang hanya dianugerahkan kepada hamba pilihan. Meski jasadnya telah tiada, semangatnya tetap hidup di hati setiap murid, sahabat, dan umat yang pernah disentuh oleh ilmu dan ketulusannya.
Kini, sang mujahid ilmu itu telah
berpulang di usia yang masih amat muda 45 tahun. Usia yang bagi banyak orang mungkin
baru memulai puncak kehidupan, tetapi bagi beliau adalah puncak pengabdian. Ia
meninggalkan dunia dalam keadaan mulia: dalam perjuangan dakwah, dalam
ketaatan, dan dalam cinta kepada Allah.
Di balik kepergiannya, ada
seorang istri yang tabah dan empat buah hati yang shalih dan shalihah, warisan
terindah dari seorang ayah yang hidupnya dipersembahkan untuk ilmu dan dakwah.
Mereka adalah penerus doa dan cita-citanya, yang kelak, insya Allah, akan
melanjutkan cahaya perjuangan yang pernah beliau nyalakan.
Selamat jalan, Ustaz Julkarnain
Namamu mungkin telah berpulang, tetapi jejak langkahmu tetap hidup dalam setiap
hati yang pernah kau siram. Doa kami mengiringi kepergianmu, semoga Allah menempatkanmu di
taman-taman surga-Nya, bersama para, Syuhada, Sholihin, para pendakwah sejati yang telah menunaikan
amanah dengan penuh cinta dan pengorbanan.
Shobri (elbar-79)
