Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Bikin Negara Boncos


Oleh: elbar
Pengamat Receh

TendaBesar.Id - Opini - Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Bikin Negara Boncos. Kabinet Gemuk Merah Putih kini menjadi perbincangan hangat di Indonesia, terutama ketika berbicara tentang pemerintahan yang lebih efisien dan pro-rakyat. Presiden jendral (hor) Purna Wirawan  Prabowo Subianto, telah mengumumkan kabinetnya yang terdiri dari 48 Menteri, 56 wakil menteri dan 5 pejabat setingkat menteri. 

Kabinet Merah Putih adalah kabinet pemecah rekor paling gemuk selama Indonesia berdiri tegak dengan berbagai persoalannya. Hal ini ditenggarai oleh politik akomodatif yang dipilih oleh prabowo. Banyaknya partai pendukung membuat presiden Prabowo harus membalas budi dengan mengalokasikan kursi menteri pada paratai-partai pendukungnya. Namun demikian, kabinet yang diisi banyak menteri dan wakil menteri dianggap dapat membebani keuangan negara serta memperlambat laju birokrasi, sehingga membuat negara berpontesi jadi “boncos” atau rugi secara fiskal.

Apa Itu Kabinet Gemuk?

Istilah "kabinet gemuk" merujuk pada pemerintahan yang memiliki jumlah menteri, wakil menteri, serta pejabat setingkat menteri yang berlebihan. Pada dasarnya, semakin banyak jabatan dalam pemerintahan, semakin besar pula anggaran yang diperlukan untuk membiayai gaji, tunjangan, fasilitas, dan biaya operasional lainnya. Pemerintahan dengan struktur kabinet yang terlalu besar juga kerap dianggap kurang efisien karena terlalu banyak birokrasi yang perlu dikelola.

Dampak Kabinet Gemuk bagi Keuangan Negara

Ketika jumlah menteri dan pejabat dalam kabinet diperbanyak, anggaran negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, justru terkuras untuk membiayai kebutuhan birokrasi. Berikut adalah beberapa potensi dampak buruk dari kabinet yang gemuk antara lain:

1. Beban Anggaran yang Besar: 

Gaji dan tunjangan bagi menteri, wakil menteri, dan pejabat setingkat menteri bukanlah jumlah yang kecil. Ditambah lagi, biaya untuk operasional kementerian yang semakin besar akan membebani keuangan negara.

2. Pemborosan Anggaran: 

Kabinet gemuk sering kali dianggap sebagai bentuk "bagi-bagi kursi" untuk kepentingan politik, sehingga kinerja pejabat menjadi tidak optimal. Akibatnya, anggaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan manfaat yang diterima oleh masyarakat.

3. Inefisiensi Birokrasi: 

Semakin banyak pejabat dalam kabinet, semakin sulit untuk menciptakan alur kerja yang efisien. Banyaknya menteri dan pejabat di satu sektor justru dapat memperlambat pengambilan keputusan serta koordinasi antarinstansi, yang berujung pada tidak maksimalnya pelayanan publik.

4. Resiko Korupsi dan Nepotisme: 

Kabinet yang gemuk juga sering dikritik karena membuka peluang bagi praktik korupsi dan nepotisme. Dengan semakin banyak posisi yang tersedia, ada risiko bahwa beberapa jabatan diberikan bukan berdasarkan kompetensi, melainkan karena kedekatan politik atau relasi keluarga.

Kabinet Prabowo: Tantangan dan Harapan

Kita menyadari bahwa sejarah politik Indonesia menunjukkan sering kali demi menjaga stabilitas koalisi, presiden terpaksa harus menambah jumlah menteri dari berbagai partai politik pendukungnya. Inilah yang menjadi awal terbentuknya kabinet gemuk dan Prabowo telah memperlihatkan hal tersebut dimana ia membuat sejarah baru sebagai presiden yang terjebak dalam politik akomodatif berlebihan dan membuktikannya dalam penyusunan kabinet paling gemuk sepanjang sejarah Indonesia yang kini berusia mendekati 100 tahun.

Walau demikian, Prabowo dikenal sebagai tokoh militer yang tegas dan disiplin. Ada harapan bahwa dalam kepemimpinannya  Prabowo akan berani mengambil langkah tegas untuk memangkas birokrasi yang berlebihan serta mendelet para menteri yang tidak kompeten dalam menjalankan amanahnya, sehingga meskipun kabinetnya besar, mereka tetap bekerja efektif dan tidak hanya menjadi beban anggaran.

Menghindari Negara Boncos

Salah satu solusi konkret untuk menghindari pemborosan anggaran adalah dengan memangkas jumlah kementerian yang dianggap tidak terlalu krusial atau menggabungkan beberapa kementerian yang memiliki tugas serupa, namun hal itu tidak mungkin karena justru di kabinet Prabowo banyak kementerian yang dipecah meskipun memiliki tugas dan fungsi yang sama.

Solusi berikutnya adalah Reformasi birokrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih profesional, dan efisien. Penggunaan teknologi untuk digitalisasi layanan publik bisa mengurangi kebutuhan pejabat dan pegawai.

Berikutnya adalah pemilihan menteri dan pejabat tinggi negara harus berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan sekadar kompromi politik. Dengan memilih orang-orang yang ahli di bidangnya, kabinet yang lebih kecil bisa bekerja lebih efektif. Namun melihat susunan kabinet Merah-Putih Prabowo saat ini, tidak sedikit orang-orang yang ditempatkan bukan the right men on the right job.

Solusi lainnya adalah pemerintah harus mengedepankan prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran dan akuntabilitas para pejabat publik. Dengan begitu, masyarakat bisa mengawasi penggunaan anggaran negara agar tidak disalahgunakan.

Kesimpulan

Kabinet yang gemuk bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa memperkuat stabilitas politik melalui koalisi yang solid, namun di sisi lain, ia berpotensi membebani anggaran negara yang pada akhirnya membuat negara “boncos”. Tantangan terbesar Prabowo Subianto adalah menyeimbangkan antara kebutuhan politik dan efisiensi birokrasi. Hanya dengan membentuk kabinet yang efektif dan efisien, Indonesia bisa terhindar dari kebangkrutan anggaran dan mencapai kesejahteraan yang lebih baik. Wallohu'alam
Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال