TendaBesar.Com - Jakarta - Dunia perpolitikan Indonesia mulai memanas dengan lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu yang digagas oleh Golkar, PAN dan PPP. Lahirnya koalisi ini ditenggarai karena satu-satunya partai yang mempu mendaftarkan kadernya untuk menjadi calon presiden adalah PDIP.
Lahirnya koalisi tersebut tidak lepas dari berbagai kontroversi sebab semua partai yang menggagas Koalisi Indonesia Bersatu masih satu barisan dengan partai penguasa saat ini. Sehingga berbagai prediksipun muncul antara lain koalisi tersebut bakal layu sebelum berkembang.
Menanggapi hal itu, Sekjen PAN Eddy Soeparno memastikan bahwa Koalisi Indonesia Bersatu yang partainya gagas tidak untuk tujuan jangka pendek. Eddy yakin bahwa koalisi Golkar, PAN dan PPP tidak semata-mata bersifat pragmatis.
"Kita lakukan koalisi ini kembali lagi tidak ada tujuannya yang sifatnya pragmatis jangka pendek ini tujuannya dalam rangka untuk pendidikan politik masyarakat kedepannya untuk penguatan institusionalisi partai kedepannya sehingga kita harus melakukan hal ini secara baik dan tuntas," kata Eddy dalam diskusi kasak kusuk koalisi partai dan capres 2024, Sabtu (14/5/2022).
Eddy lantas menepis anggapan Koalisi Indonesia Bersatu akan layu sebelum berkembang lebih jauh. Eddy meyakinkan bahwa PAN bersama Golkar dan PPP bakal membuktikan hal sebaliknya.
"Jadi banyak juga yang menyaksikan ini adalah koalisi yang akan layu sebelum berkembang tentu nanti kita akan buktikan hal yang sebaliknya," tutur Eddy.
Mengenai inisiator pertemuan Golkar, PAN, PPP hingga berujung koalisi ujuk-ujuk, Eddy tidak mau terbuka mengungkapkannya secara detail. Eddy mengatakan bahwa yang bayar biasanya menjadi inisiator.
"Biasanya yang bayar itu yang ngajak, saya cek dulu ya bayar kemarin," kata Eddy.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah mengkritik pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu oleh Partai Golkar, PPP, dan PAN menjelang Pemilu 2024. Fahri menyebut bahwa koalisi itu merupakan 'koalisi ujug-ujug'.
"Koalisi ujug-ujug' harus dihentikan di republik ini, Tidak sehat bagi presidensialisme kita membiarkan 'koalisi ujug-ujug' tidak ada ujung, tidak ada pangkal, bagaimana dia dimulai, begitu pula dia berakhir kata Fahri di hadapan awak media, Jumat (13/5/2022).
Fahri menyebut bahwa dalam sistem presidensialisme koalisi tidaklah dikenal. Dia mengatakan, dalam peraturan, hanya disebutkan soal pengusung partai politik dan gabungan partai politik.
"Terminologi koalisi tidak dikenal dalam presidensialisme. Koalisi adalah terminologi dalam parlementerisme. Itu sebabnya sulit mencari di mana letak koalisi dalam sistem kita. Dalam UUD hanya disebut soal pengusung partai politik dan gabungan partai politik," jelas Fahri.
Fahri menuturkan maksud awal dari penyebutan pengusul capres partai politik dan juga gabungan partai politik dalam konstitusi adalah untuk mengantisipasi adanya pasangan calon yang didukung lebih dari satu partai politik.
"Sebenarnya original intent atau maksud awal dari penyebutan pengusul seorang capres 'partai politik dan gabungan partai politik' adalah karena konstitusi mengantisipasi adanya satu pasangan calon didukung oleh lebih dari satu partai politik," terang Fahri.
Fahri melanjutkan bahwa asal-usulnya setiap partai politik boleh mengusulkan calonnya karena calon itulah nanti yang secara lugas menyampaikan ideology, ide dan gagasan partainya jika nantinya dipercaya memimpin negari.
"Karena itu, sebenarnya asal usulnya memang setiap partai politik boleh mengusulkan calonnya karena calon itulah nanti yang secara tegas menjelaskan apakah ideologi dan ide partai politik tersebut apabila memimpin secara nasional kadernya," tukas Fahri.
(af/tb)