TendaBesar.Com - Opini - “Sesungguhnya setiap perbuatan manusia itu bergantung pada hal yang terbesit dalam hatinya (niatnya), bagi siapa yang melakukan perubahan bersandar pada nilai-nilai kebaikan (Allah dan Rasul-Nya) maka ia akan mendapatkan kebaikan itu, yaitu Allah dan RasulNya, tapi bagi siapa yang melakukan perubahan itu dikarenakan atau berorientasi pada isi dunia, maka ia pun akan mendapatkan seluruh kesenangan dunia dan ia tidak akan mendapatkan nilai-nilai kebaikan Allah maupun RasulNya”.
Penggalan kalimat di atas berasal dari seorang pemimpin besar, yang mengarahkan seluruh manusia pada nilai-nilai kebaikan, berakhlak sempurna, Muhammad SAW, empat belas abad yang silam dan relevansinya tetap terasa sampai kapan pun.
Madinah adalah pilot project peradaban manusia yang dibangun dengan nilai-nilai Ketauhidan (Ketuhanan) oleh Muhammad SAW dan mampu menggentarkan jagat raya. Pemimpin besar mampu mencetak generasi dan membentuk kader-kadernya menjadi Pemimpin Besar lagi.
Bagaimana tidak, dua kekuatan besar imperium dijaman generasinya, Persia dan Romawi pun tunduk dan mengakui kepemimpinan besar Muhammad SAW, Terbukti, bagaimana bernegara dengan konsep Ketauhidan (Ketuhanan) akan membuahkan hasil kebaikan bagi kehidupan seluruh ummat manusia.
Indonesia, Negara Republik yang telah final disepakati dan menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan konsep ketata-negaraannya, mengandung nilai-nilai Ketauhidan (Ketuhanan). Demikian juga Undang-Undang Dasar 1945 sebagai aturan hukum dan perundang-undangan yang disepakti.
Pada Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945, alenia ketiga nyata berisi nilai Ketauhidan (Ketuhanan) tertulis, “ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Kalimat yang mengandung nilai Ketauhidan (Ketuhanan) ini lah yang menunjukan relevansi perkataan Pemimpin Besar (Muhammad SAW), terbukti pada keberhasilan para pendiri bangsa ini dalam melakukan perubahan-perubahan selalu terbingkai dan berorientasi pada nilai-nilai Ketauhidan (Ketuhanan) semata.
Tujuh puluh enam tahun, semenjak diproklamirkanya Negara Indonesia bukan lah waktu yang terbuang untuk menjadikan bangsa ini terdepan dalam perubahan peradaban ummat manusia, Sejarah perubahan bangsa Indonesia memang selalu penuh dengan pelangi manusianya, berbagai warna dan isi kepala manusia Indonesia itu yang membuat bangsa ini terkadang agak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain, seringkali kisruh dalam perbedaan dan tidak bisa menerima pada sesuatu (persamaan pandangan) yang sudah disepakati.
Bangsa Indonesia saat ini butuh sosok yang mirip-mirip seperti karakter pemimipin besar ¬– Muhammad SAW, memiliki kekuatan spritual, intelektual, dan kekuatan phisik sempurna. Sejarah mencatat dimana bliau – Muhammad SAW pada usia lima puluh lima tahun masih mampu berkuda sepanjang seratus lima puluh kilo meter dan menjadi Panglima perang sampai pada usia memasuki enam puluh tahun. Membawa perubahan pada karakter manusia yang sangat mendasar, yaitu jujur, berani, cerdas, dan takut hanya kepada Allah – Tuhan Yang Maha Kuasa.
Meski perjalanan perubahan bangsa Indonesia selalu mengalami pasang surut dan maju mundur.karena memang bergantinya kepemimpinan, selalu berganti orientasi bernegaranya, padahal falsafah ketata-negaraan sudah final, tetap saja ada celah yang bisa mewujudkan keinginan orientasi bernegaranya.
Bernegara, setiap pemimpin atau Presiden bangsa ini selalu berbeda sudut pandang dalam menafsirkan Pancasila ini sebagai dasar negara dan falsafah kehidupan berbangsa, maka setiap kebijakan-kebijakannya selalu ada hal yang dapat dikritisi.
Tidak terbingkai sebagaimana, apa yang telah dirumuskan oleh para perumus konsep bangsa ini, acap kali bernegara, larut dalam kekuasaan yang ada ditangannya, syahwat insaniyahnya lebih dominan dari pada kesadaran insaniyahnya. Sedikit sekali yang memiliki kesadaran ketauhidan (ketuhanan) dalam menjalankan amanah konstitusi negara sebagai pemimpin (presiden).
Menjelang usia satu abad, waktu bangsa ini untuk berbenah hanya kisaran dua puluh empat tahun saja, mulai saat ini, tugas semua komponen bangsa, manusia Indonesia yang cinta akan tanah airnya, menata ulang Indonesia adalah kewajiban kita, kenali siapa yang sebenarnya Indonesia dan siapa penghianat Indonesia.?
Kebaikan bagi bangsa dan negara Indonesia, mewujudkan kesejateraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia, jangan hanya sebagai catatan konsep ketata-negaraaan saja, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan sebagai pedoman dan petunjuk dalan berbangsa, jangan lagi dikotori oleh konsep pemikiran lain yang dapat meluluh_lantakan kenyamanan berbangsa.
Berharaf semoga hadir dengan cepat manusia Indonesia yang memiliki Kekuatan Spritual yang baik, Intelektual yang briliant, dan ketahanan phisik yang sempurna, untuk memimpin negara ini, mampu mengkolaborasikan semua komponen anak bangsa, dari ujung barat pulau Sumatra sampai ujung timur pulau Papua.
Memiliki responsibiltas ketuhanan dan kemanusiaan. Bernegara, tidak larut dalam kekuasaan yang digenggamnya, yang dapat menjerumuskan rakyat Indonesia dalam keterpurukan dan kebangkrutan.
Jangan lagi rakyat Indonesia selalu diberikan beban dari ketidak-beresan pengelolaan negara, hidup susah dan ketidak-sejahteraan yang berkepanjangan, kini saatnya rakyat Indonesia menikmati hasil dari perjuangan kakek-nenek moyangnya. Bukan lagi hanya segelintir manusia yang menikmati harta kekayaan bumi Indonesia.
“Bagi siapa yang tidak mau peduli pada kehidupan saudara seimannya, maka ia bukan bagian dari mereka” – (Muhammad SAW)