Shatha! Saksi Mata Terbunuhnya Shireen Abu Akleh Oleh Tentara Israil! Beberkan Fakta! Mereka Menargetkan Pers untuk Dihabisi!



TendaBesar.Com - Jakarta - Terbunuhnya jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh diduga kuat dilakukan oleh sniper Israil disaksikan langsung oleh saksi mata Shatha Hanaysha dan Ali al-Samudi.

Shatha mengungkap bahwa pasukan Israel memang bertujuan untuk membunuh mereka para jurnalis, termasuk Shireen Abu Akleh.

Shatha Hanaysha merupakan  jurnalis dari Middle East Eye teman Shireen Abu Akleh yang juga melakukan liputan langsung bersama jurnalis dari Al Jazeera tersebut.

Shatha menceritakan bahwa saat itu ia sedang bersama Shireen dan jurnalis lainnya. Shatha mengatakan mereka benar-benar menyadari bahwa tempat mereka berada merupakan area yang terbuka dan jauh dari zona perang.

Pada waktu itu Shireen dan Shatha  sedang berada di kota Jenenin. Jurnalis yang masih trauma itu menggambarkan suasana kota Jenin yang masih relatif aman. Banyak warga yang beraktifitas normal seperti biasanya. 

Shatha mengetakan bahwa mereka para jurnalis sedang berjalan menuju ke kamp. Mereka berjalan kaki dan akan melakukan liputan langsung. 

Mereka  sesama jurnalis sempat menunjukkan identitas mereka sebagai jurnalis dengan menunjukkan jaket bertuliskan PRESS.

Waktu itu mereka berdiri di atas bukit selama kurang lebih 10 menit. Beberapa saat setelah itu Shatha dan jurnalis lainnya kemudian mendengar suara tembakan yang ternyata telah mengenai aki rekannya Ali Al-Sammoudi.

Shireen Abu Akleh yang terkejut melihat Al-Sammoudi  tertembak memberitahu Mujahed bahwa Al-Sammoudi tertembak.
“Al-Sammoudi tertembak,” teriak Shireen kepada Mujahed. 

Tepat pada saat itu peluru lain mengenai Shireen yang langsung terjatuh tepat di samping Shatha.

“Saat itu, peluru lain menembus leher Shireen, dan dia jatuh ke tanah tepat di sebelahku,” ungkap Shatha dikutip seperti dilansir Middle East Eye Rabu (11/5/2022).

Shatha mencoba memanggil nama Shireen namun jurnalis senior itu tidak bergerak. Lalu Shatha mencoba menjangkau Shireen dengan mengulurkan tangannya. Saat itu juga peluru yang diduga dari tentara israil memberondongnya, sehingga Shatha harus tetap bersembunyi di balik pohon.

 “Aku memanggil namanya tapi dia tidak bergerak. Ketika saya mencoba mengulurkan tangan untuk menjangkaunya, peluru lain ditembakkan, dan saya harus tetap bersembunyi di balik pohon,” papar Shatha sembari menangis.

Pristiwa pembunuhan itu membuat Shatha  mengalami syok berat. Dia meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh pasukan Israel tujuannya memang untuk membunuh mereka para jurnalis yang selama ini mendokumentasikan kejahatan yang dilakukan oleh Israil.

“Apa yang terjadi adalah upaya yang disengaja untuk membunuh kami. Siapa pun yang menembak kami, tujuannya adalah untuk membunuh,” tutur Shatha.

Shatha menegaskan bahwa orang yang menembak mereka adalah pasukan sniper dari Israel.

Shatha  membantah bahwa dirinya sedang berada di wilayah baku tembak seperti yang disebutkan oleh perdana menteri Israil Israel Naftali Bennett. Shatha juga menjelaskan bahwa dirinya dan semua jurnalis pada waktu itu sedang berada di area terbuka bebas dari perang.

“Itu adalah penembak jitu Israel yang menembak ke arah kami. Kami tidak terjebak dalam baku tembak dengan pejuang Palestina seperti yang diklaim Israel”, kata Shatha.

Shatha melanjutkan ceritanya bahwa saat itu tidak sedang ada pertempuran antara tentara Israil dan pejuang Palestina. Lokasi jauh dari kamp dan posisinya di tempat terbuka.

“Lokasi kejadian berada di area terbuka, jauh dari kamp dimana pejuang Palestina tidak dapat beroperasi karena mereka akan dirugikan jika berada di sana,” lanjut Shatha.

Shatha juga menjelaskan mengenai jenis peluru yang digunakan untuk menembak Shireen dan jurnalis lainnya.
Shatha memastikan bahwa peluru tersebut adalah peluru milik pasukan Israel. Sebab pelurunya tepat sasaran dan ditembakan ketika mereka bergerak.

 “Jenis tembakan adalah indikasi lain. Pelurunya berbeda, tepat sasaran. Mereka hanya menembak ketika salah satu dari kami bergerak. Satu peluru akan melesat di waktu terjadi pergerakan.” kata Shatha.

Sementara itu terkait pejuang Palestina, Shatha mengatakan biasanya mereka menggunakan senapan semi-otomatis yang menembakkan peluru secara terus menerus.
.
Menurutnya Israel tak membedakan jurnalis, pejuang Palestina ataupun warga sipil. Semua bisa saja mereka jadikan target sararan mereka.

Dalam keterangan yang hampir sama, Ali al-Samoudi, salah seorang jurnalis yang meliput bersama korban mengatakan bahwa korban tidak terbunuh saat terjadi baku tembak seperti yang diklaim Israel.
 
Ali al-Samoudi mengatakan bahwa waktu itu tidak ada pertempuran di daerah tersebut sebelum  Shireen Abu Akleh ditembak mati. Saat itu  Ali al-Samudi berdiri di samping korban saat kejadian.
 
Hal itu disampaikan Ali al-Samudi saat diwawancara oleh The Washington Post di ranjang rumah sakitnya.

“Itu sangat sunyi,” kata al-Samudi

Seperti diketahui bahwa Ali al-Samoudi adalah salah satu jurnalis yang bersama dengan Shireen Abu Akleh melakukan peliputan di wilayah Jenin Tepi Barat. Ia juga salah seorang wartawan yang terkena pertama kali peluru Israil sebelum Shireen Abu Akleh ditembak mati.

(fhj/tb)

Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال