Oleh: Zani Rahmanudin
TendaBesar.Com - Kajian - Ketika kita menjadi makmum salat berjamaah di Mekah (Masjidil Haram), imam membacakan surat al-Fatihah dengan basmalah yang nyaris tidak terdengar.
Berbeda halnya, bila kita salat di Jakarta, imam membaca basmalah dengan suara yang terdengar sangat jelas.
Lalu, mengapa berbeda. Padahal, al-Qur'annya sama. Tulisan dan lafalnya juga sama. Sumbernya, juga sama dari Allah, swt pada Nabi Muhammad,saw.
Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, guru besar pada Universitas Ummul Qura, Makkah al-Mukarramah, mengklarifikasi hal itu dalam kitabnya Rawa'i al-Bayan Tafsir Ayaat al-Ahkam min al-Qur'an, Juz I, Dar al-Qalam, Damaskus-Syria, 1990M- 1411H,49-50.
Para fuqaha, berbeda pandangan tentang hukum membaca basmalah dalam salat. Misalnya, Imam Malik melarang membacanya dalam salat fardhu. Baik dengan bersuara keras (jahr) atau perlahan (sirr). Baik di permulaan al-Fatihah maupun di awal surah lainnya. Tetapi, ia membolehkan membacanya dalam salat sunnah.
Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa orang yang sedang salat hanya membaca basmalah dengan suara sirr untuk setiap rakaat. Seandainya membacanya untuk setiap surat itu bagus (hasan)(Lihat : Al-Jashash, Ahkam al-Qur'an, Jilid I, 115 ; Imam Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, Jilid I, 96 ; Ibnu Qayyim al-Jawziyah, Zad al-Masir, Jilid I,7).
Imam Syafi'ii berpandangan, orang yang salat wajib membaca basmalah, baik dalam salat jahr (seperti Subuh, Maghrib, dan 'Isya) maupun salat sirr (seperti Zhuhur dan 'Ashr).
Imam Ahmad bin Hanbal berpandangan bahwa membaca basmalah dalam salat harus dibaca perlahan dan tidak disunnahkan membaca dengan suara keras.